Call For Free Consultation: 0878-1010-2857

Pembatalan Perkawinan Akibat Pemalsuan Identitas

Ilustrasi Pembatalan Perkawinan
Pembatalan perkawinan

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), dijelaskan tentang seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Dalam Pasal ini dapat terlihat bahwa suatu perkawinan pada dasarnya menganut asas monogami. Dalam suatu perkawinan, kondisi ideal dari suami atau isteri merupakan hal yang tidak dapat diperoleh sepenuhnya. Hal tersebut tidak akan menjadi kendala apabila suami isteri tersebut sepakat untuk mengarungi rumah tangga dengan kesiapan mental dan saling memahami di antara keduanya.

 

Namun kenyataan di masyarakat sering dijumpai penyelesaian poligami yang sulit dilakukan, sehingga penyelesaian masalah poligami tersebut dengan cara diam-diam dan tidak jujur. Sikap tidak jujur di sini dilakukan antara lain menggunakan identitas palsu kepada petugas pencatat perkawinan, dimana mereka mengaku berstatus masih perjaka padahal secara hukum masih berstatus suami perempuan lain. Dalam UU Perkawinan, biasanya pemalsuan itu terdapat di dalam surat dan akta otentik yang berupa identitas pelaku tersebut, akan tetapi jarang sekali terjerat oleh hukum dan sulit dibuktikan, hal ini terjadi karena adanya beberapa faktor yaitu minimnya bukti, perbuatan terencana dengan matang, saksi kurang mengetahui sendiri perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku dan keinginan untuk melakukan poligami dimana pelaku tidak ingin memberitahukan kepada istri pertama.

 

Sehubungan dengan latar belakang di atas, UU Perkawinan tidak menjelaskan secara rinci tentang pembatalan perkawinan karena pemalsuan identitas, melainkan UU Perkawinan hanya menjelaskan pembatalan perkawinan karena adanya salah sangka terhadap diri suami atau isteri yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ke pengadilan. Pembatalan perkawinan hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan. Dengan adanya putusan pengadilan yang membatalkan perkawinan, maka perkawinan yang telah terjadi dianggap tidak pernah ada. Meskipun perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada, tidak langsung menghilangkan akibat hukum dalam perkawinan yang pernah dilaksanakan.

 

Putusan pengadilan merupakan putusan akhir, apakah perkawinan tersebut dibatalkan atau tetap disahkan, tentunya melalui pertimbangan yang dilakukan oleh hakim. Untuk itu putusan hakim yang baik tentunya akan memenuhi 3 aspek sekaligus secara berimbang yaitu memberikan kepastian hukum, rasa keadilan dan manfaat bagi para pihak dan masyarakat.

 

Menurut UU Perkawinan pasal 1, yang dimaksud dengan perkawinan yaitu perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

 

Sebenarnya istilah batalnya perkawinan itu tidak tepat. Lebih tepatnya kalau dikatakan dibatalkannya perkawinan. Apabila perkawinan itu tidak memenuhi syarat-syaratnya maka perkawinan itu dibatalkan sesudah diajukan ke hakim. Istilahnya bukan batal, melainkan dapat dibatalkan. Sedangkan menurut UU Perkawinan Pasal 22 dikatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan.

 

Dalam Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan menyebutkan, seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri. Perkawinan batal setelah adanya putusan dari pengadilan Agama dan pengadilan Negeri dalam daerah hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan baik itu ditempat tinggal suami maupun isteri.

Pengertian tentang pemalsuan menurut KBBI adalah berasal dari kata palsu yang berarti tidak sahnya suatu ijazah, surat keterangan, uang, dan sebagainya. Jadi, pemalsuan adalah proses, cara atau perbuatan memalsu, dan pemalsu adalah orang yang memalsu. Perbuatan pemalsuan sesungguhnya baru dikenal didalam suatu masyarakat yang sudah maju, dimana data-data tertentu dipergunakan untuk mempermudah lalu lintas hubungandi dalam masyarakat. Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran norma yaitu kebenaran atau kepercayaan dan ketertiban masyarakat.

Untuk lebih jelas mengenai surat autentik apa yang dipalsukan demi mempelancarkan niat jahat pemalsu, di bawah ini penulis jabarkan bentuk-bentuk surat autentik yang sering dipalsukan yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akta Kelahiran, Ijazah, Paspor.

 

Batalnya perkawinan itu sendiri diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 UU Perkawinan, sedangkan yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan sebagaimana disebut dalam Pasal 23, yaitu para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, suami atau isteri, pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan, pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 UU Perkawinan, dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus. 

Akibat perkawinan terhadap harta bersama dari suami istri apabila pada waktu perkawinan berlangsung tidak membuat perjanjian perkawinan, maka terjadi persatuan hartake kayaan suami istri secara bulat. Sehingga pembagian harta kekayaan dibagi dua sama besar antara suami isteri.

 

Dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan, dijelaskan tentang seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri, dan seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. Berdasarkan pasal 23 UU Perkawinan yang dapat membatalkan perkawinan antara lain:

  1. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri;
  2. suami atau isteri;
  3. pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan, pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 UU Perkawinan; dan

setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.

Layanan Kami

  • Pra Perceraian

    • Layanan Detektif/Investigasi Hubungan Keluarga
    • Mediasi Hubungan rumah tangga

  • Proses Perceraian

    • Proses perceraian di Pengadilan
    • Hak asuh anak
    • Harta Bersama / Harta Gono-Gini

  • Pasca Perceraian

    • Pencatatan pada Catatan Sipil
    • Pendampingan Psikolog

  • Layanan Lainnya

    • Pengangkatan Anak / Adopsi
    • Perwalian Anak di Bawah Umur
    • Perjanjian Perkawinan