Pada dasarnya, tujuan sebuah pernikahan adalah menuju kehidupan yang lebih baik dan bermakna. Sedangkan tujuan berumah tangga adalah proses untuk menuju kelengkapan hidup, bahagia, tenang, penuh cinta dan kasih sayang. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang menikah dengan tujuan berbeda, misalnya karena ingin menguasai hartanya atau dengan niat buruk lainnya. Semua orang tentunya mendambakan rumah tangganya bahagia, tenang dan penuh cinta dan kasih sayang. Sayangnya, terkadang keinginan tidak mesti sama dengan kenyataan. Hal yang terjadi justru malah sebaliknya, betapa banyak rumah tangga yang dibangun dengan cinta, yang awalnya baik-baik saja, tenang dan damai, namun kemudian berahir dengan perceraian.
Bahkan ada beberapa pasangan suami-istri pula yang rumah tangganya berantakan, sering bertengkar, dan merasa tidak bahagia namun rumah tangganya tetap kokoh mempertahankanya. Terdapat beberapa hal yang harus diketahui untuk dapat memperbaiki kualitas hubungan suami-istri, beberapa diantaranya adalah kepercayaan dan pentingnya sikap saling menghargai satu sama lain. Suatu keharmonisan dalam rumah tangga harus ada peran dari kedua belah pihak untuk saling memahami, menghargai, dan terus selalu ada upaya untuk memperbaiki dan intropeksi diri.
Dalam menjalani kehidupan bersama sebagai pasangan suami-istri harus saling memiliki sikap dan perilaku baik hati, menghormati perbedaan, dan tidak pernah memaksakan kehendak satu sama lain. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelesaikan atau membangun hubungan rumah tangga yang sudah retak, diantaranya:
Saat konflik merebak, salah satu hal yang dibutuhkan adalah kesabaran. Kesabaran meliputi kerelaan menerima, ketahanan menghadapi dan kemampuan menahan diri dari melakukan sesuatu yang mampu ia lakukan. Sabar tidak sama dengan ketidakberdayaan, sebagaimana dipahami oleh sebagian orang. Sabar berarti adanya kemampuan untuk mengendalikan diri untuk tidak mengambil tindakan sebelum tepat saatnya, dan sabar lebih cenderung kepada usaha untuk menjaga kejernihan pikiran dan kebersihan hati sehingga tidak mengambil tindakan secara tergesa-gesa.
Komunikasi antara pasangan suami istri dimaksudkan untuk mengikis hambatan-hambatan psikis. Kadang sebuah masalah muncul bukan karena tidak adanya kecocokan di kedua belah pihak, melainkan karena sangat kurangnya kesempatan bagi keduanya untuk saling berkomunikasi layaknya sebagai pasangan suami-istri. Bisa jadi, hanya dengan dialog atau sekedar obroloan ringan, konflik-konflik yang kelihatan sulit untuk dipecahkan dapat mencair sendiri. Melalui komunikasi, sebuah pasangan suami-istri dapat memperbaiki hubungan yang sudah renggang. Pasangan tersebut membangun kembali bagian-bagian yang retak, memaafkan kesalahan-kesalahan teman hidup kita dan memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri, mau menerima bahwa untuk melakukan perbaikan perlu proses dan waktu, serta tak bosan mengingatkan.
Jika konflik sudah tak bisa diatasi dengan komunikasi, mungkin karena keduanya sudah tidak bisa berdialog meskipun mereka merasa berdialog sementara keadaan semakin kritis dan pertengkaran semakin runcing, maka kehadiran penengah yang adil mungkin bisa menjadi solusi, yaitu bisa menjadikan kedua orang tua dari masing-masing pasangan atau sanak saudara sebagai penengah. Jadi, tugas saudara-saudara dan orang tua dari masing-masing pasangan bukanlah untuk mendukung sikap saudara atau anaknya, apalagi justru memberi nilai rapor yang jelek bagi ipar atau menantunya. Tetapi tugas mereka adalah menjadi penenang, orang yang memahami, dan dapat menjadi penengah yang adil dan mengerti apa yang terbaik untuk kebaikan bagi rumah tangga.
Salah satu penyebab pernikahan menjadi renggang adalah karena salah satu atau kedua pasangan membawa masalah dari luar masuk ke ruang pernikahan.
Memisahkan antara masalah pribadi dari urusan rumah tangga sangatlah penting untuk memperbaiki pernikahan yang mulai terasa hambar. Misalnya, sang suami sedang dilibatkan dalam banyak proyek di kantor sehingga jadi stress saat di rumah. Hal tersebut harus dihindari untuk dibahas dan diributkan bersama pasangan.
Masalah yang timbul karena urusan di kantor jangan dibawa pulang ke rumah. Begitupun sebaliknya dengan masalah rumah tangga, jangan dibawa ke kantor sampai mengganggu konsentrasi sang suami saat bekerja. Pasangan suami-istri satu sama lain harus membuat batasan antara dunia kerja dan pribadi agar kedua sisinya bisa berjalan seimbang tanpa mengganggu satu sama lain. Apabila terdapat masalah di kantor, pasangan suami-istri tersebut dapat menceritakannya ke pasangan. Namun, sikap pasangan suami-istri tersebut harus tetap mesra.